ADA APA DENGAN MANGU

 



 

Kadang saya membutuhkan suasana yang berbeda untuk bekerja. Sepanjang hari di dalam kamar menghadap layar 14 inch bisa membuat saya kehilangan fokus. Mondar-mandir keluar masuk kamar hanya untuk mengambil minum, mencicipi cemilan, sampai rebahan yang jaraknya tak lebih dari satu meter dari meja kerja saya di dalam kamar. Alhasil, tracker di laptop saya jarang tembus 5 jam per hari.

Hari ini saya memilih salah satu café di pusat kota Yogyakarta. Sekitar jam 9 pagi saya sampai depan café. Parkiran masih longgar. Hanya ada tiga motor yang terparkir di sana. Saya tersenyum bahagia. Artinya, café masih sepi pengunjung. Tempat sepi dan tenang selalu membuat semangat saya berkobar.

Setelah memesan es Americano dan sepotong pastry, saya naik ke lantai atas. Beberapa orang terlihat sedang mengerjakan sesuatu di depan laptop mereka masing-masing. Setelah berkeliling melihat setiap sudut ruangan, saya memutuskan untuk duduk di sudut yang tak strategis, tak tersorot lampu, tak bisa melihat view luar café, dan tak terjangkau kesejukan AC. Tempat yang tak strategis adalah tempat ternyaman. Biasanya begitu.

Musik tahun 90-an diputar. Nyaman didengar, tapi saya memilih untuk fokus pada pekerjaan saya. Saya bertekad untuk benar-benar bekerja tanpa teralihkan oleh apapun, karena bekerja di café itu tidak murah, hehe.

Tiba-tiba saya menyadari sesuatu. Meskipun saya berkonsentrasi penuh pada pekerjaan, saya tetap bisa aware dengan situasi di sekitar saya. Ada satu lagu yang diputar beberapa kali.

Sudah hampir tiga jam duduk di sini, dan lagu 'Mangu' diputar untuk ketiga kalinya, membuat saya berhenti mengetik. Menyimak diam-diam liriknya.

Cinta terhalang keyakinan? Lantas mengapa sampai diputar 3x hari ini? Sedang galaukah si operator musik?

Ah, biar sajalah dia putar lagu itu seratus kalipun. Jika nanti saya muak, saya akan turun dan protes.

Saya kembali menekuri huruf-huruf di atas keyboard laptop, ketika saya ingat kejadian beberapa hari yang lalu.

Saya harus terlibat drama percintaan 'terhalang keyakinan' macam lagu ini. Bisa jadi, lagu 'Mangu' memang sudah memakan korban sebelumnya.

Hari itu teman saya menelepon meminta bantuan saya untuk mencari seorang gadis hilang. Setelah mendapatkan titik lokasi yang dia kirim melalui whatsapp, saya langsung cabut.

Kecerdasan visual saya sangat rendah, tapi saya nekat mengendarai motor sejauh puluhan kilometer bermodalkan google maps demi mencari gadis itu.

Dia kabur dari rumahnya, kota Banjarmasin. Ayahnya yang hanya bisa pulang seminggu sekali karena pekerjaan, panik tak karuan. Kakak si gadis ini berinisiatif melaporkan ke kepolisian setempat. Dan menurut hasil pelacakan polisi, titik lokasi terakhir gadis itu ada di Maguwoharjo, Yogyakarta.

Selepas ashar, saya sampai lokasi. Hal pertama yang saya lakukan adalah mencari rumah pak RT dan menceritakan kronologi dengan detail. Tapi beliau tak banyak membantu, bahkan terkesan tak mau tahu.

Ya sudahlah. Saya juga tak mungkin mengetuk pintu kost satu demi satu hanya untuk memastikan gadis itu berada di salah satu kamar. Bisa-bisa saya diteriakin orang sekampung karena bikin onar.

Ketika saya pamit, handphone saya berbunyi. Satu pesan masuk. Informasi terbaru, gadis tersebut memiliki pacar yang sedang kuliah di universitas S*n** Dh*r*. Bernama VL.

Masuk akal. Dia datang ke jogja untuk menemui pacarnya. Oh wait! Nama belakang pacarnya adalah marga salah satu suku Chinese. Dan gadis itu adalah seorang muslimah.

Apa saya bilang, drama percintaan beda keyakinan. I rolled my eyes.

Baiklah, karena hari itu sudah hampir maghrib, saya tak meneruskan pencarian. Saya masih bisa bersabar untuk menunggu sampai keesokan harinya sembari menimbang-nimbang rencana apa yang akan saya lakukan.

Besok paginya, saya mandi. Bersiap menuju kampus si VL. Saya tahu saya akan masuk ke kampus Kristen di Jogja. Tapi itu bukan berarti saya harus menanggalkan identitas saya sebagai muslim. Saya tetap mengenakan jilbab, hanya saja, saya sedikit 'berbeda'.

Long story short, saya menyampaikan pada fakultas, "ayahnya sudah melaporkan ke kepolisian Banjarmasin. Dan beritanya sudah diteruskan ke kepolisian Yogyakarta. Saya berharap masalah ini tidak berkepanjangan sampai menyeret institusi. Saya yakin ini hanya masalah simpel, tapi kekhawatiran orang tua tak bisa diabaikan. Ada baiknya VL harus tahu dan bijak menyikapi ini."

Staff Tata Usaha melongo. Teman VL di samping saya terlihat pura2 fokus dengan buku di tangannya. Tapi saya yakin bahwa dia sedang menyimak dengan konsentrasi penuh perbincangan saya dengan staff.

Saya pamit.

Keesokan harinya, saya mendapat berita bagus dari teman saya. Gadis ini tiba di Jakarta menemui ibu sambungnya. Kabarnya, setelah terjadi keributan luar biasa di grup whatsapp kelas si VL, gadis ini panik dan memutuskan untuk naik kereta terakhir malam itu dari Jogja menuju Pasar Senen.

Entah apa yang terjadi selama 'pelarian' itu, saya tak ingin tahu. Hanya saja, saya berhari-hari tidak bisa move on dari kejadian tersebut. Layakkah kita memperjuangkan sesuatu yang kita tahu tidak akan kita raih di akhir cerita? Sepadankah dengan resikonya?

Untuk teman-teman gadis di luar sana, kalian berharga. Kalian berhak dicintai dengan penuh tanggung jawab. Dan tahukah kalian cinta siapa yang takkan pernah berkhianat? Ya, cinta orang tua kalian.

 

Note:

Kata Pat Kay: Begitulah cinta, deritanya tiada akhir.

Kalau kata mama saya: Mau dinasehati selembut apapun, kalo tai kucing udah rasa coklat, ya tetap aja dikunyah.

Wkwkwkwkkw....

Posting Komentar

0 Komentar