MENJELAJAHI KARIR LAIN



Berkecimpung di dunia Teknik Sipil semenjak lulus kuliah, tiba-tiba harus banting setir menjadi Customer Service di sebuah agensi visa, menjadikan saya seperti ‘murtad’ dari pakem yang sudah ada.

Saya berpikir bisakah saya, yang tadinya hanya berhadapan dengan angka, material, gambar, dan (setidaknya) bapak-bapak tukang yang kadang ketakutan melihat penampakan saya dari jauh, tiba-tiba harus melapangkan hati menghadapi para klien dengan berbagai karakternya.

Ah, saya bisa, pikir saya santai. Toh sebelumnya saya pernah bekerja di bidang Empowerment Community, di mana saya terbiasa menghadapi berbagai macam karakter manusia dari berbagai latar belakang. Bahkan, ketika saya diintimidasi oleh seorang Kepala Desa di sebuah desa di Kabupaten Tangerang, di mana dia berteriak menghampiri saya dengan golok yang terangkat di tangan kanannya, saya masih bisa bersikap tenang, meskipun jantung saya nyaris melompat menanggalkan tubuh saya.

Berita baiknya, saya masih hidup sampai sekarang.

Customer Service = Pelayanan Paripurna?

Saya pernah berhadapan dengan klien pemarah. Dia memaki-maki saya karena saya dianggap tidak becus melayani dia. Saya tidak ingin membela diri. Masalahnya, klien tersebut adalah klien yang sudah pernah di-handle oleh teman Customer Service lain sebelumnya. Rekaman dokumen yang tersimpan dalam google drive seperti rumah laki-laki tak memiliki istri, serupa kapal pecah. Sambil menangis saya merapikan dokumen yang sama sekali tidak proper. Hmm.. sebenarnya bukan menangisi dokumen yang berantakan, tapi lebih ke ego saya yang terluka karena makian klien. Ini adalah tangisan pertama saya semenjak menjadi Customer Service.

Ok, skip.

Suatu hari, ada seorang klien perempuan, Malaysia citizen. Dalam setiap percakapannya dengan saya, dia selalu menyelipkan kata-kata, “I can do this. Everything will go smoothly”. Saya hanya mengerutkan kening. Kata-kata itu selalu diucapkan setiap saat.

Dan benar, beberapa hari setelah submission, visa dia di-approve oleh imigrasi Australia. Saya ikut bersorak Bahagia. Entahlah, kata-kata positif yang sering dia ucapkan itu seolah-olah ikut memberikan efek baik, bukan hanya pada dirinya, tapi pada saya juga.

More Than a Client

Setelah keberangkatannya ke Perth-Australia, dia masih sering berkomunikasi dengan saya. Entah hanya sekedar say hello ataupun mengirim foto-foto selama dia traveling di Perth Bersama sepupunya yang merupakan Permanent Resident di sana. Dan saya tidak bisa menolak untuk tidak membalas chatnya.

Pada sepupunya, dia menceritakan tentang pelayanan di perusahaan tempat saya bekerja. Dia katakan betapa dia senang menggunakan jasa kami untuk membantunya dalam permohonan visa. Wah, I feel surprised! Karena ternyata ini bukan hanya sekedar tentang diri kita, tapi tentang bagaimana kita memikul nama baik perusahaan di Pundak kita.

Tentu saja ini bukan karena keahlian saya. Tapi karena kemurahan Tuhan dan kerja keras mentor saya, yang saya sebut sebagai Ibu Peri. Dia dengan kesabarannya memberikan banyak insight bagi pendatang baru semacam saya. Thanks to her, anyway.

 

Note: artikel ini terbit juga di LinkedIn saya

Posting Komentar

0 Komentar