PERLUKAH KITA MEMPELAJARI BAHASA INGGRIS

 

Saat berusia 9 tahun, saya sering mendengar sepupu saya, yang usianya 15 tahun lebih tua daripada saya, menyanyi lagu-lagu evergreen semacam ‘Nobody’s Child’ yang dinyanyikan Hank Snow atau Karen Young. Entahlah siapa penyanyi asli diantara keduanya. Atau lagu ‘House for Sale’ yang dinyanyikan oleh Lucifer. (Saya yakin itu nama sebuah kelompok band. Tidak mudah bagi saya membayangkan itu nama seseorang). Dua lagu itu keluaran tahun 60-an dan 70-an. Mulai awal lirik sampai akhir, saya hafal dan mampu menyanyikannya dengan baik. Berkat seringnya mendengarkan kedua lagu itu, saya mulai jatuh cinta pada bahasa inggris.  

Sampai beranjak remaja, saya masih saja mengidolakan bahasa inggris dan berharap suatu suatu saat bisa pergi keluar negeri lalu tak pernah kembali. Cita-cita yang absurd, ya? Suatu hari saya memaksa orang tua saya untuk mendaftarkan saya pada sebuah lembaga bahasa inggris. Mereka memberi saya pilihan dua lembaga yang kala itu kurang dikenal. Saya tak mau. Saya hanya mau belajar di lembaga yang cabangnya ada di seluruh Indonesia, karena pasti itulah lembaga yang kredibel, itu yang yang ada di pikiran saya.

 

Bagaimana menilai kredibilitas sebuah lembaga?

Apakah nama besar sebuah lembaga bisa menentukan seberapa suksesnya orang-orang didalamnya? Bisa. Namun, bagaimana sebuah lembaga itu bisa menjadi besar? Tentunya mereka melewati proses yang tidak sebentar dan tidak mudah. Untuk mengetahui bahwa lembaga itu kredible atau bukan, selain dia sudah mempunya ‘nama’, kita harus mempertimbangkan latar belakang mentornya.

Pada tahun 2018, sebuah lembaga bahasa inggris bernama Typical English didirikan oleh Anugrah Ayu yang home-basednya ada di Jakarta. Dia memulai usaha tersebut dilatar belakangi oleh kegelisahannya terhadap kemampuan berbahasa inggris para karyawan di perusahaan-perusahaan di Indonesia, khususnya di Jakarta, yang kurang mumpuni. Padahal, sebagai bahasa internasional, kemampuan menggunakan bahasa inggris secara aktif merupakan salah satu hal yang wajib untuk dimiliki.

founder Typical English

 

 

Berbekal pengalaman hidup plural yang lumayan lama di Perth, Australia dan studi pada bidang Human Resources di negara Kanguru tersebut, beberapa instansi menyewa jasanya untuk menjadi freelance mentor. Sebuah kesibukan luar biasa, yang mana disaat bersamaan, ia menduduki posisi HRD di salah satu perusahaan asing di Jakarta.

Beberapa orang masih bingung menentukan berada di level manakah kemampuan bahasa inggrisnya. Dengan adanya placement test, setiap orang mengetahui tingkat kemampuannya dan berkesempatan mendapatkan bimbingan sesuai level. Ada kelas basic dan kelas regular, yang masing-masing kelasnya dibimbing oleh mentor berpengalaman sampai target kelas tercapai. Pada awal kelas, biasanya siswa terlihat canggung, namun Typical English memiliki cara unik untuk membuat para peserta rileks dalam belajar. Bukankah kita akan lebih mudah menyerap ilmu jika kita menyukai untuk belajar didalamnya?

hayo mentornya yg mana?

praktek english skill

 
bussines class

ice breaking biar ngga ngantuk

 

Mempelajari bahasa asing akan lebih mudah jika kita mempraktikkannya. Selain mempelajari grammar atau tata bahasa, para peserta akan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mempraktikkan percakapan didalam kelas. Malu? Ngga pede? Itu tidak akan terjadi di kelas Typical English. Kata salah satu peserta, “mentor rasa teman.” Kenyataannya, didalam kelas kita akan melihat mentor seperti dia sedang berbicara dengan sahabatnya. So friendly, kan?

Kualifikasi Lembaga

            Ini yang paling sering ditanyakan oleh calon peserta. Dengan mempertimbangkan berbagai latar belakang mentor yang kredibel, tentunya peserta akan lebih nyaman belajar di tempat yang tepat dan bersama mentor yang tepat pula. Di akhir kelas, peserta akan mendapatkan hasil penilaian ujian dan hasil penilaian selama kelas berlangsung, ditambah lagi sertifikat sebagai bukti telah menyelesaikan kelas dengan baik. 

testimonial peserta

 

            Pada akhirnya, kita akan sampai pada pemahaman bahwa pengakuan tertulis diatas kertas tidak sebanding dengan proses yang kita lewati sampai dengan menghasilkan sebuah ilmu baru. Semua yang tertulis di atas kertas bisa dibeli oleh uang, sebagaimana kita kuliah dengan biaya yang tak sedikit, namun terbayar oleh sebuah ijazah pada akhirnya. Namun, bergunakah itu jika kita tidak mengaplikasikan ilmu selama masa kuliah di dunia nyata? Tentu saja tidak. Jadi, berproseslah sungguh-sungguh, karena pengalaman akan lebih menolongmu ketimbang sebuah kertas pengakuan tertulis. Cheer…!

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar