Ocehan Pagi Tentang Warna dan Takdir

sumber: google

 

Jadi aku mulai mencintai biru. Seperti kau yang menyelam mengukur kedalamannya kemudian bergerak ke atas melewati batas antara laut dan udara lalu tersenyum bahagia dengan rasa dingin menyelimuti seluruh kulit tubuhmu. 


Dan aku mati bersama puluhan warna yang mewarnaiku. Ingin rasanya menguliti seluruh tubuhku sebab membasuh dengan dengan air sabun saja takkan bisa membersihkanku dari warnanya. 


Lalu aku mulai berusaha keras membaca garis-garis yang tergambar dikedua telapak tanganku, bergerak menyusuri garis yang berawal lurus kemudian dipotong oleh garis tipis seolah menggambarkan sebuah perempatan tanpa lampu lalulintas dan terus bergerak memotong garis yang lebih tipis lainnya lalu memotong garis yang lebih tebal menuju pinggiran telapak tangan dan berakhir disana.

 Jika ini seperti membaca sebuah peta maka aku menyerah. Tak terhitung berapa kali aku terserang panik luar biasa saat tersesat di belantara jakarta hanya karena salah membaca google map. 

Mataku sudah mulai berair tetapi tak menyisakan rasa perih seperti saat pagi-pagi aku harus menyiapkan sarapan lalu mataku terfokus pada beberapa butir bawang merah yang terburu-buru aku kupas berharap segera selesai urusan sialan dengan bawang merah yang membuatku meneteskan air mata. 

Aku masih memandangi kedua telapak tanganku, berdoa agar aku mampu menterjemahkannya seperti angka dan kode yang biasa kubaca dari sebuah gambar detail shop drawing. Baiklah, aku tak bisa membacanya, jadi biarkan sajalah. #ambil-selimut-yuk-kita-tidur-lagi 


(Puri Anggrek, pagi-pagi yang membutakan. 21maret2017)

Posting Komentar

2 Komentar